Bidadari Pertama
Aurora
adalah sejenis cahaya yang terbentuk dari partikel sehingga menghasilkan aneka
warna yang indah di langit. Manusia dapat menikmati keindahan tetapi juga mampu
menciptakan kesengsaraan bukan hanya pada dirinya sendiri juga kepada manusia
lainnya.
Sebagian
manusia hidup diatas kenikmatan yang berlebih dan sebagiannya lagi hidup diatas
kesengsaraan yang terlebih sangat merendahkan. Ditambah sekat penjara yang
dibentuk oleh manusia yang penuh dengan kenikmatan itu. Sang miskin tak dapat
berpendidikan seperti si kaya itu. Begitu katanya si kaya.
Adalah
jauh dari kata mencicipi keindahan berpendidikan, bahkan lebih dari itu, pun
sang miskin sudah sangat kewalahan memadukan jiwa dan raga dalam kehidupannya.
*
Di
atas langit pertama itu, Zain membuka matanya, dijamu bak pengantin baru di
rumah mertuanya. Namun ada yang lebih nikmat lagi, di sini tidak ada
celoteh-celoteh tetangga yang berbisik tentang apa pekerjaan sang menantu,
sampai apa jenjang pendidikannya, berapa jumlah kekayaannya, apa yang
dikendarainya, dan bagaimana paras wajahnya.
Saat
Zain dijamu oleh salah satu penjamunya, dia adalah bidadari pertama yang
mendapat giliran perintah untuk mendekati Zain, namun juga harus menahan
dirinya agar tak bersentuhan dengan Zain sebelum hari kiamat tiba, sebelum Zain
masuk ke dalam surga setelah hari perhitungan amalan bagi seluruh umat manusia
dan jin.
Bidadari
itu bernama Winda yang dalam bahasa sangsekerta berarti cantik. Tentu saja tak
ada yang secantik seperti Winda di bumi saat ini. Ia memiliki mata seperti
kelopak mayang, yang sangat jeli menatap di sekitar, pancaran sinar dimatanya
membuat siapa pun yang memandangnya mampu merasakan keindahan itu bukan hanya
pada nafsunya tapi langsung kepada hatinya yang paling dalam.
Winda
: Assalamu’alaikum, wahai sang pemuda yang penuh cinta suci, yang kuasa menahan
nafsunya demi Tuhan yang telah menciptakan di dunia yang tentu saja banyak
mengecohkan para penghuninya.
Zain
: Wa’alaikum salam siapakah kau wahai gadis muda yang sangat menjaga
kehormatannya. Apakah Tuhan yang telah mengirimkanmu kepadaku?
Winda
: Tuhan telah memerintahkanku lebih dulu untuk menjamumu selama engkau masih di
sini, di langit ini.
*
Zain
pun mengingat bagaimana ia sampai di atas langit. Ia telah ditinggalkan oleh
orang-rang yang dicintainya di bawah bumi.
Segala usaha atas dasar cinta telah ia lakukan
dan keluarga sebagai pelabuhan terakhirnya kini pun telah ia meninggalkan Zain
sendiri di padang pasir yang gersang itu, lalu ia melihat cahaya kemudian diangkat
naik ke langit.
Ternyata
di atas padang pasir yang tandus, ada langit yang subur berpenghuni para
bidadari cantik yang tidak kekurangan apa pun. (Gumam Zain)
Tiba-
tiba Zain mendapat jawaban dari Winda.
Demikianlah
Tuhan berkehendak bahwa siapakah yang menumbuhkan tanah atau yang ada di langit
kalau bukan atas kuasa Tuhan.
Zain
kaget mendengar jawaban dari Winda, karena sedari tadi Zain hanya berGumam di
dalam hatinya.
Zain
tidak tahu bahwa bidadari diciptakan lebih suci dari hati nurani manusia,
sehingga bidadari itu mampu mendengar dan mengetahui setiap kata yang terucap
bahkan walau masih di dalam hati sekalipun.
Sekali-kali
para bidadari itu tidak pernah berbohong dan berkali-kali ia mendapati Zain
bukan juga pembohong mengenai kesucian cintanya pada manusai di bumi.
*
Di
sudut langit istana masih berjejer di atas permadani-permadani para
bidadari-bidadari bertelekan emas dan permata. Zain pun bertanya kepada Winda.
Zain
: Siapa mereka Winda? Tidakkah mereka juga sepertimu.
Winda
: Ia Zain, mereka sama dengan ku, tidak ada yang lebih tua atau lebih muda dari
kami bertujuh, kami tercipta langsung secara bersamaan disiapkan dan menyiapkan
diri spesial untuk manusia suci yang berjiwa tenang pilihan Tuhan.
*
Zain
menatap dari kejauhan para bidadari–bidadari cantik itu, Zain melihat mereka
tertunduk, tersipu, menahan sikap agar tetap pada perintah Tuhannya.
*
Winda
: Oh. Iya Zain, apakah kau sedang lapar?
Zain
: Dari mana kamu tahu aku lapar Winda?
Winda
: Kami tahu dari hatimu.
Zain
: benar Winda. Aku sangat lapar, tapi sedari tadi aku tak melihat kebun dan
sawah, ataupun ladang di sini.
Winda
: Kau ini Zain sedang berada di kerajaan langit, di langit tidak ada tanah, di
atas langit masih ada langit sampai lapis ke 7. Untuk lapis pertama ini,
diperuntukkan untuk orang penuh cinta sepertimu, yang taat pada Tuhan.
Zain
: Lalu makanannya diperoleh dari mana, terus isi langit diatasnya apalagi?
Winda
: Makanan dan minuman tinggal diminta, maka akan tersedia, dimintannya pun
tidak dengan bersuara keras, cukuplah kau menyebutnya dalam hati.
Zain
: Seperti di surga ya ?
Winda
: Ini adalah bayangan surga yang diperlihatkan untuk manusia pilihan Tuhan,
sekali lagi ini baru bayangannya Zain. Belum surga aslinya.
Zain
pun merasa takjub, mengira-ngira seberapa megah surga yang asli itu. Ini Cuma
bayangannya saja sudah mengalahkan kenikmatan mana pun di bumi. (Gumam Zain).
Winda
mendengar suara hati Zain.
Winda
: Zain. Di bumi memang tidak sama dengan di atas langit. Penghuninya sekarang
juga berbeda.
Zain
: Berbeda ya Winda?
Winda
: Ia Zain. Penghuninya bumi dari golongan manusia dan jin. Yang kedua-duanya
juga kadang bisa bersifat malaikat kadang pula bersifat iblis.
Zain
: Kalau penghuni langit ?
Winda
: Kalau penghuni langit hanya ada malaikiat, bidadari, serta Tuhan yang
memiliki arsi yang mengatur di bumi dan di langit yang telah tertulis di lauhul
mahfus di mana kami pun dari golongan bidadari tak mampu menembusnya.
Zain
: Terus di langit ke 2 untuk siapa Winda? Akankah ia juga memilih penjamu
sepertimu?
Winda
: Untuk di langit ke 2 untuk para wali Tuhan dalam mengurus kehidupan manusia.
Zain
: Kalau untuk langit ke 3?
Winda
: Untuk langit ke 3 sampai ke 6 diperuntukkan dari golongan para nabi.
Zain
: Kalau untuk……………..
Winda
memotong perkataaan Zain lalu lebih dahulu menjawab.
Winda
: Maaf Zain, untuk langit ke 7 saya tidak memiliki izin dan bahkan saya sendiri
tak mampu menjangkau langit itu. Yang jauhnya setiap langit pertama ke langit
berikutnya kalau hanya ditempuh oleh manusia dengan menggunakan teknologi apa pun
berjarak 1 juta tahun kecepatan cahaya di bumi.
Zain
lalu menghentikan tanyanya mendengarkan suara perutnya yang sudah kelaparan.
Winda
: Kau telah lapar sekali Zain, sampai-sampai mulutmu tak mampu berkata-kata
lagi. Jika kau mau makan, biarkanlah kata hatimu berbicara, niscaya makanan itu
akan langsung menghampirimu tanpa pelayan. Makanan itu akan diantar oleh awan.
Zain
kemudian meminta makanan beserta buah-buahannya, tak lupa pula air minum, susu,
dan madunya yang diucapakan dalam hatinya.
Tidak
berselang waktu lebih dari 1 detik makanan beserta semua yang diminta oleh hati
nurani Zain tiba di depannya.
Winda
pun mempersilahkan Zain untuk makan sepuasnya. Sebagai manusia yang lemah yang
butuh asupan gizi dan nutrisi setiap hari bahkan disetiap nafasnya.
Winda
: Silahkan makan sepuasnya Zain, duduklah di istana langit itu. Jika kau mau,
kau bisa mengganti warna kursimu atau mejamu dalam sekejap.
Zain
: Iya, terima kasih Winda. Jamuaanmu ini sudah kurasakan sangat sempurna.
Winda
: Bukan aku yang memberimu ini semua, Tuhanlah yang sedang memperlihatkan
pembalasan kebaikanmu yang dibalas dengan kebaikan pula.
Zain
: Segala puji hanya kepada Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Penyayang. Semoga aku
diberi kesyukuran untuk menikmati kebaikan ini.
Winda
: Aamiin.
*
Setelah
Zain makan, ia kemudian jadi lebih lancar dalam bertanya kepada Winda.
Zain
: Setelah aku makan, biasanya kami bangsa manusia butuh suatu tempat untuk
membuang sebagian yang menjadi kotoran dari dalam tubuh kami. Bisakah kau
menunjukkanku tempat itu ?
Winda
: Maaf Zain, tapi di sini tidak ada tempat semacam itu. Tidak mungkinlah
penghuni langit akan membuang kotoran ke bawa bumi.
Zain
: Lalu bagaimana aku membuang sisa makanan ini. Keringatku sudah mulai
bercucuran. Ini tanda kalau manusia sudah kebelet.
Winda
: Saya akui kejujuranmu Zain, termasuk untuk hal seperti ini.
Zain
: Ia Winda. Tapi bagaimana ini? Akankah aku sebagai manusia yang akan
membuangkan kotoran pada manusia di bawah langit. Tidak Winda. Aku juga
mencintai para penghuni bumi.
Winda
: Tidak Zain, di bumi memang keringat tanda apa tadi?
Zain
: Tanda kebelet.
Winda
: iya itu.
Zain
: Terus win?
Winda
: Di langit keringat itu akan menjadi sisa-sisa bahan pembakaran makanan tadi
di dalam tubuhmu, yang keluar dari setiap pori-pori kulitmu yang membawa aroma
wangi, karena bersumber dari makanan yang di dalamnya tidak ada seberat zarrah
pun yang ada keharamannya. Oleh karena itulah yang masuk ke dalam tubuhmu akan
mengharumkan tubuhmu, dan yang keluar akan mengharumkan disekitarmu.
Sekarang
giliran Winda yang ingin bertanya kepada mu Zain. Apakah aku diizinkan? Karena
berdasarkan dari perintah Tuhanku, aku boleh menanyaimu hanya 1 kali itu pun
kalau diberi kesempatan olehmu.
Zain
: Iya. Silakan.
Winda
: Zain, apakah kau boleh meyakini bahwa manusia yang dimakannya baik dari
penanamannya, pemeliharaannya, dan pembeliannya. Sampai pada penyajian dan
penyantapannya halal 100 persen tanpa ada noda?
Zain
pun terdiam, tak berani mengatakan ya. Namun juga tak ingin mempermalukan
manusia dihadapan bidadari.
Zain
tadi terbetik dalam hatinya bahwa ada diskriminasi untuk penghuni langit dan
bumi, bahkan walau diurusan makanan dan sisanya. Zain lupa bahwa Winda
mendengarkan perkataaan itu melalui hati nurani.
Winda
: Nah, baik Zain. Aku kira walau kau terdiam. Aku telah tahu jawabannya.
Zain
“mengangguk”
Winda
: Nah sekarang bertanyalah lagi.
Zain
: Sekarang aku mau bertanya, mengapa bajumu terus mengeluarkan cahaya yang
berwarna merah?
Winda
: Baju ini terbuat dari partikel–partikel kecil yang berwarna merah yang dapat
terlihat seperti cahaya dari jarak 1 juta kecepatan cahaya menurut perhitungan
di bumi.
Zain
: Oh. Jadi bukan dari kain ya Winda?
Winda
: bukan. Kain itu gampang rusak, warnanya juga cepat luntur.
Zain
: Iya.
Winda
pun mendengarkan perintah dari Tuhan agar segera mengakhiri percakapannya
dengan Zain.
Winda
: Baik Zain, waktu saya cukup sampai di sini, selanjutnya akan tiba giliran
dari kawan saya yang lain.
Zain
: iya. Baik Winda. Terima kasih atas jawabannya. Syukur ku pada karunia Tuhan
ini.
*
Penerbit : Pustaka Taman Ilmu
Penulis : If
Jumlah hal : 248/A5
Tahun Terbit : 2017
Pemesanan : Hubungi, Penerbit/Penulis : 085343657786 (Wa/Hp)
Fb Penulis/Penerbit : Muhammad Saiful Islamhttps://www.facebook.com/Muh.SaifulIsl
Harga Promo Diskon Sampai Lebaran
Rp. 50.000,- Harga Normal Rp. 70.000,-
Pengiriman dari Gowa lewat JnT.
Cara pembayaran kontak ke penulis/Penerbit.
Harga Promo Diskon Sampai Lebaran
Rp. 50.000,- Harga Normal Rp. 70.000,-
Pengiriman dari Gowa lewat JnT.
Cara pembayaran kontak ke penulis/Penerbit.