Kamis, 01 September 2016

Novel Mencintai Tanpa Dicintai (Versi Cetak) bisa dipesan kepenulis atas nama If, WA. 085343657786




MENCINTAI TANPA DICINTAI


SEPERTI LEBAH

Hari ini merupakan hari yang terindah dalam hidupku dibandingkan dengan hari sebelumnya. Ditulis di sekolah pukul 09.10 pagi. Saat Zain duduk di kelas XI IPA di MA SEJATI.
Seekor lebah memendam perasaan cinta pada sang bunga, pada hari ini pujangga pemendam perasaan cinta pada pujaannya ingin menyatakan cintanya. Begitu kata hati Zain mengumpulkan segenap kekuatannya untuk Yati.
Rasa ini telah memaksaku meninggalkan hal-hal mengenai ketinggian  ingatan pada Tuhanku. Yaitu dzikir kepada-Nya setiap detik sampaiku mati, bahkan menulis puisi untuk-Nya, sampai pada prinsip hidup untuk-Nya semata, dan berusaha menyambung hidup untuk-Nya. Tetapi kini kau telah mengalihkan ingatanku itu Yati.
Rasa ini, bagiku mengkhianati diriku sendiri. Menyuruhku ingkar dari perjanjianku bersama Tuhanku. Sang Pencipta penuh cinta yang selalu kucintai dalam hidupku dan selalu meridhoi setiap langkahku. Rasa ini kan menjadi lawan terberatku. Menjadi musuhku tetapi dilain sisi menjadi sahabatku.
Rasa ini telah hilang, pergi entah ke mana. Harapanku, semoga cinta pada Tuhanku ini pindah ke dalam hatiku yang paling dalam. Dan cinta kepadamu Yati, berada di hatiku juga tetapi di pinggirannya saja, jangan sampai kau lebih dalam dan akhirnya nanti saya ditenggelamkan olehmu.
Rasa ini seakan membunuhku namun kutetap lebih hidup dengan-Nya. Sesuatu yang selamanya kekal dalam teori cintaku pada manusia. Akan tetapi dalam nyatanya ternyata cinta kepadamu Yati telah menggesernya.
Diriku ini seakan terpisah pada jarak yang tidak terputus oleh apa pun, namun di dekatmu terasa semakin jauh cinta kepada Tuhanku saat kau berada disisiku Yati. Bisik kata hati Zain dengan nada peluh.
Diri ini, kurasakan gembira menyambut cintamu, namun tidak pada malaikat pencatat amal baikku. Tetapi ku tak mampu juga melawan godaan cinta remaja ini, hebatnya mampu menggangguku, merayuku, hingga membodohkanku. Penyesalan Zain yang tidak bisa disanksikan.
Raga ini, memancarkan cahaya begitu indahnya waktu saya tetap bersama Tuhanku. Mengalahkan indahnya gemerlap emas yang berkilauan. Akan tetapi cintamu lebih menuntunku menjalani hidup dalam rasa ketagihan wangi tubuhmu sebagai ujian untuk mencapai kecintaan yang hakiki. Gumam Zain pada hatinya.
“Waktunya jam istirahat!” Sound di sekolah membangunkan lamunan Zain.
“Ah.., sudah istirahat! Apa saja yang kita pelajari dari mata pelajaran fisika tadi Murad? apa materi yang dijelaskan Ibu guru? Bisa kau jelaskan padaku?” Tanya Zain pada teman sebangkunya.
“Kau tadi memperhatikan, kenapa tanya padaku? kau kan jago Fisika. akh, kau ini mengujiku ya? mau memperlihatkan kepintaranmu padaku?”. Jawab Murad.
“Tidak Murad, saya betul-betul tidak mengerti pelajaran ini, tadi itu saya lagi berpikir.”
“Tuh, kau ini, sudah berpikir begitu, pasti kau tahulah.
“Yang ku pikirkan bukan fisika, tapi…
“Tapi, ah pasti kau memikirkan mie siramkan di kantin.
“Iya, begitulah, ya sudahlah! Lupakan soal pelajaran itu. Ayo ke kantin! Zain mengakhiri percapannya itu.
Zain adalah seorang siswa yang rajin. Di kelas XI dia juga menjabat sebagai Ketua OSIS sekaligus Ketua Kelas. Namun ia berwatak tertutup dalam hal kehidupan cintanya.
Ia memendamnya, menganalisanya sendiri. Ia tidak mau dicap sebagai siswa yang terlibat pergaulan bebas cinta-cintaan seperti remaja seusianya. Apalagi ia merasa menjadi contoh bagi teman-temannya di sekolah.
Amanah menjadi ketua OSIS dan Ketua Kelas bukanlah hal yang ringan, ia patut menjaga diri, agar sebisa mungkin pergaulan bebas bisa dikurangi oleh teman seusia dengan memberikan contoh pada dirinya. Itulah sebabnya walau kepadamurad yang teman sebangkunya sejak kelas X, Zain tidak mampu memberitahunya.
“Waktunya Jam ke 7!” Sound Sekolah.
Sebagai ketua kelas, Zain harus mengecek absen guru yang akan masuk mengajar mata pelajaran selanjutnya.
 “Murad, saya ke kantor dulu mencari ibu. Kau di sini saja, jangan biarkan teman-teman berkeliaran di luar kelas! nanti kepala sekolah marah kalau dia sampai melihat. Catat saja namanya yang melawan.” tegas Zain kepadamurad.
“Siap Bro!”
“Teman-teman jangan ada yang keluar kelas ya?! kalau mau main-main di dalam kelas saja! yang keluar saya catat namanya, kemudian saya berikan pada guru yang akan masuk, biar ibu guru yang menghukum.”
“Ah… pasti disuruh ketua kelas kau murad. Ketua semacam itu tegas sekali!” gerutu teman-teman kelasnya.
“Di kelas XII nanti kita jangan pilih dia lagi!. tidak baik, kita tidak bebas. Ia kan teman-teman?! Ian mempropokatori.
“Iaa! kamu saja Ian yang kami tunjuk, biar asyik bro! kan tidak ada yang nyatat, jawab teman-temannya.
“Ada kandidat saya, saya mau jadi asistennya saja. Kan yang mencatat asistennya, ketua kelas kan sibuk mengurus guru yang akan masuk, mengabsen, dan menyiapkan spidol! Jawab Ian.
“Tok..tok! Assalamu’alaykum.
“Bu, saya ketua kelas XI IPA, ibu punya jam pelajaran di kelas kami!”
“Ia, sini Zain! kau bawa buku ini, tulis di papan ya?! catat dari halaman 21 sampai halaman 31. Kalau sudah selesai, bawa kesini lagi buku Ibu. Minggu depan ibu jelaskan!” perintah bu Yeni
“Ibu dulu belum menjelaskan apa yang kami tulis dari halaman 10 sampai 20 bu. Apa tidak dijelasin yang itu dulu?”
“Oh, iya ya! tidak apa-apa, nanti minggu depan saya jelasin sekalian.
“Baik bu, saya ke kelas dulu!” Zain memberi salam dan berlalu.
Di perjalanan Zain selalu teringat dengan Yati yang berbeda sekolah. “Apa kabar ya Yati? Apa dia udah makan tadi saat istirahat? atau dia masih di kantin karena masih lapar dan gurunya tidak masuk di kelas? atau dia lagi belajar karena gurunya lebih rajin dari guru saya di sini?.”
Sampai di kelas, Zain lupa akan halaman berapa tadi yang disuruh catat oleh guru TIK nya.
“Tok…tok…! Sambil memberi Salam.”
“Teman Kelasnya menjawab Salam.”
“Teman-teman, Ibu tidak masuk kelas!”
“Hore…!! asyik…! Kenapa tidak masuk? Seru teman kelasnya sambil menggenggam tangan tanda rasa bangga.
“Kita disuruh mencatat lagi teman-teman!”
“Ah…! Sama saja. Tunggu dulu! yang minggu lalu belum dijelaskan oleh ibu, kenapa disuruh mencatat lagi?! Sanggah teman kelasnya.
“Ia… masa mencatat lagi?! Jelaskan dulu bro! tambah Ian.
“Kata ibu, nanti sekalian minggu depan!”
“Baiklah, kita mencatat halaman berapa?” lanjut teman kelasnya.
Suasana jadi hening, Zain kebingungan mencari yang telah disuruhkan oleh ibu Yeni. Lanjutkan pelajaran sebelumnya atau langsung masuk ke bab selanjutnya?”  Teman kelasnya serentak  bertanya.
“Zain, yang mana yang harus kita catat? Tambah Ian. “Cepatlah kau tulis di atas! Supaya kita juga cepat bisa pulang!”
“Tunggu dulu! saya lupa.”
“Ah, Ketua kelas kita sudah mulai pelupa” mungkin terlalu banyak kegiatan.”
Tunggu! Mmm…! Yang mana ya?” gumam Zain dalam kebingungannya. Ah..lupa! Murad, tolong tanya ibu Yeni dulu, yang kita catat dari halaman berapa, saya lupa!”

1 komentar:

  1. Sinopsis, novel ini menceritakan tentang seorang lelaki yang sangat mencintai Tuhannya, kemudian dialihkan perhatiannya oleh seorang wanita yang mampu meluluhkan hatinya, sampai wanita itu menikah, lelaki itu tak mampu mencari penggantinya. Segera pesan versi cetaknya yang terdiri dari 21 bab. Anda dijamin akan meleleh menikmati kisah romantis sang tokoh.

    BalasHapus